Emotional Healing Bareng Adjie : Sibuk Kerja Hingga Lupa Jatuh Cinta
Note
: Ini adalah tulisan yang ku rangkum dari utas akun Adjie Santosoputro dengan tema #EmotionalHealingBarengAdjie.
Aku juga sudah mendapatkan izin untuk menuangkannya kembali dalam blog ini.
Selamat membaca (dengan perlahan) 😚
Sejak
kecil, kita dididik berpola pikir: Biar sukses, harus kerja keras. Kita pun
terlatih memikirkan masa depan beserta segala impian yang belum kita punya.
Akibatnya, kita menganggap istirahat sebagai sesuatu yang enggak produktif.
Bahkan istirahat itu sesuatu yang salah.
Pola
pikir: “Hidup adalah perlombaan meraih kekayaan sebanyak mungkin, sehingga tiap
detik harus menghasilkan uang”, sepertinya juga udah mendarah daging pada diri
saya. Jadi terpenjara dalam sibuk kerja, sibuk mencari untung, sibuk mengincar
kuasa, sibuk berburu perhatian, dan sebagainya.
Kalau
enggak ngapa-ngapain, diam, apalagi sendirian, mau tidak mau jadi berhadapan
dengan diri sendiri. Muncul rasa bosan bercampur takut. Makanya terus berusaha
menghindarinya sekuat tenaga dengan menyibukkan diri. Padahal yang kita
perlukan: berlatih nyaman dengan diri sendiri.
Karena
serba khawatir, lalu terus menyibukkan diri dengan bekerja, berusaha memastikan
masa depan. Tentu saja ini dilakukan biar bisa merasa aman. Kenyataannya? Masa
depan selalu tidak pasti kan? Jadi upaya ini semacam: bocornya di kamar, yang
dibenerin pagarnya. Salah langkah.
“Kan
kalau sibuk kerja, terus kaya, jadi bahagia, enggak khawatir lagi.” Ukuran
kayanya seberapa? Emang yakin kalau udah kaya, beneran bahagia dan enggak
khawatir lagi? Ada lho orang termasuk orang terkaya, tetap serba takut perihal
masa depan. Ada orang yang pas-pas-an, tapi bahagia.
Dulu
pernah, saya rajin melahap buku-buku motivasi dan ikut seminarnya. Setiap
ditanya, “Apa kabar?” saya jawab, “Luar biasa! Dahsyat! Menggelegar!” Pokoknya
maksimal berpikir positif, berlebihan optimis. Mengerahkan tenaga abis-abisan
menggapai impian yang juga tak ada abisnya.
Sesuatu
yang heroik begini emang memuaskan. Keren. Tapi saya pun perlu ingat, mesti
sadar diri. Kenyataan enggak bisa sepenuhnya saya kendalikan sesuai ingin.
Enggak salah saya kerja, tapi perlu juga beristirahat. Enggak salah saya
berusaha meraih, tapi perlu pula mengikhlaskan.
Jadi
kalau kita terus mikirin masa depan, kita malah enggak bisa bertemu dengan
bahagia. Karena bahagia hanya ada di sini-kini. Kita perlu melatih pikiran
untuk tenang dan sadar di kekinian (mindfulness). Namun, banyak orang
yang entah sadar atau tidak terus larut dalam takut.
Cenderung
lebih percaya motivator dan ilmu yang mengajarkan soal meraih kesuksesan, harus
punya impian sebesar mungkin, kerja keras mendapatkan keuntungan sebesar
mungkin. Ketimbang percaya ajaran-ajaran indah perihal ikhlas berserah, melepaskan
keinginan untuk mengendalikan.
Sibuk
kerja karena begitu takut akan masa depan akan tanpa ampun menguras tenaga
kita. Jadi asing dengan diri sendiri. Menjauh dari bahagia yang hanya tersedia
di sini-kini. Sulit untuk saling mencintai. Dan kita jadi manusia-manusia yang
lupa jatuh cinta.
Ketika
bertemu seseorang tercinta, iya, tubuh bertemu karena tubuh berada di
sini-kini. Tapi pikiran tidak bertemu. Pikiran ngelayap ke masa depan, sibuk
kerja. Kalau tenaga terkuras, kita jadi sulit mencintai. Karena mencintai perlu
tenaga, apalagi kalau harus menanggung rindu.
Bagikan tulisan ini pada lebih banyak orang agar sampai
pada mereka yang sedang membutuhkan. Tetap benderang, tetap tangguh ya. Terima
kasih. Sekian.
Posting Komentar untuk "Emotional Healing Bareng Adjie : Sibuk Kerja Hingga Lupa Jatuh Cinta"