Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Waspadai Pandemi COVID-19, Jangan Abaikan TBC



Setiap pagi Rina berangkat dan pulang kerja menggunakan motor dengan jarak tempuh 10 km. Suatu hari ia merasa sesak nafas dan sering batuk. Ternyata, selama ini ia jarang menggunakan masker atau pelindung mulut dan hidung.  Kebiasaan Rina sebenarnya sering dilakukan pengendara motor, pengguna jalan raya atau yang sering berada di luar ruang. Sebagian besar dari kita tidak begitu peduli pada paparan udara kotor hingga merasa pernafasan mulai terganggu.


Di tengah situasi pandemi COVID-19, Indonesia juga masih bergelut melawan penyakit Tuberculosis (TBC). Penyakit ini masih menjadi persoalan kesehatan karena tingginya jumlah pengidap TBC dan berpotensi menyebabkkan kematian. TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke tubuh seseorang kemudian menjadi TBC laten. Bagian tubuh yang diserang adalah paru-paru, tetapi bagian tubuh lainnya juga bisa menjadi sasaran, seperti sistem peredaran darah, sistem saraf pusat, sistem kelenjar getah bening, tulang, dan lainnya.  

Bahayanya adalah penyakit ini bersifat menular karena seseorang yang terkena TBC, jarang menyadari bahwa tubuhnya telah terinfeksi dan kuman TBC telah berkembang biak. Alih-alih melakukan pemeriksaan malahan tetap beraktivitas tanpa alat pengaman, seperti masker sehingga batuk dan bersin akan terbawa oleh butiran debu atau titik air yang berterbangan di udara dan mengenai orang lain. 

Walaupun penyakit TBC di Indonesia dinyatakan oleh WHO berada pada urutan ke-3 terbesar di dunia setelah India dan Cina, tetapi kebanyakan orang masih belum menyadari apakah ia mengidap TBC dan kerap bingung membedakannya dengan penyakit lain. Padahal bisa jadi  gejala TBCC sudah dimulai  bertahap kemudian berkembang dalam jangka waktu beberapa minggu hingga berbulan-bulan.

TBC : Jaga Kesehatan, Miliki Asuransi, dan Disiplin Jalani Pengobatan  
Sebenarnya, saat kuman TBC tersebut masuk ke paru-paru akan terjadi perlawanan dari sistem pertahanan tubuh, yaitu sel-sel darah putih akan mengepung bakteri-bakteri TBC. Masalahnya, bakteri TBC berukuran kecil dan ulet sehingga kebanyakan dapat lolos serta dilapisi oleh zat seperti lilin sehingga dapat tetap hidup. Dalam hal ini kita diharapkan menerapkan gaya hidup sehat dan bersih untuk mendukung sistem pertahanan tubuh untuk memusnahkan kuman yang masuk melalui saluran pernafasan karena bakteri dapat bersarang dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala kemudian akan aktif bila sistem imunitas melemah.

Manager Medical Underwriter Sequis dokter Fridolin Seto Pandu mengatakan jika secara fisik terdapat gejala-gejala, seperti nafsu makan berkurang, sering keringat dingin terutama pada malam hari, sering merasa lelah berlebihan, batuk berdahak berkepanjangan hingga 3 minggu yang tak kunjung sembuh hingga mengalami batuk berdarah,  perubahan warna kulit menjadi lebih pucat, terasa nyeri pada dada dan merasa sesak ketika bernafas, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter.



 “Bila mendapati diri atau keluarga kita terdapat gejala yang disebutkan, sebaiknya segera periksa ke dokter spesialis paru dan penyakit dalam karena jika dibiarkan dapat merusak jaringan paru dan menularkan ke orang lain. Bagi yang memiliki sistem imunitas yang lemah dan pernah melakukan kontak dengan penderita TBC juga disarankan untuk melakukan pemeriksaan TBC. Nantinya, dokter ahli selain melakukan pemeriksaan fisik juga akan melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah pasien positif mengidap penyakit TBC,” sebut dr. Fridolin.

Kabar baiknya adalah penyakit ini masih bisa disembuhkan. Untuk itu, jika dinyatakan positif mengidap TBC, tuntaskan pengobatan yang durasinya telah ditetapkan oleh dokter. Pasien harus disiplin menjalani pengobatan, jangan sampai tidak teratur dan berhenti. Minum obat di bawah pengawasan dokter hingga tuntas. Ketidak konsistenan pasien dapat mengakibatkan pasien TBC menjadi resisten pada obat.  Bahkan ketika dinyatakan sembuh, pasien haruslah tetap melakukan pemeriksaan ulang untuk menguji apakah pengobatan berhasil. Sebaliknya, jika dalam waktu 6 bulan tidak kunjung sembuh maka dokter akan melakukan uji resistensi pada obat yang diberikan.  

Saat menjalani masa pengobatan, pasien masih berpotensi menularkan TBC sehingga haruslah melakukan tindakan preventif agar tidak menularkan penyakitnya pada orang lain. “Saat menjalani pengobatan, pasien harus mengerti apa saja petunjuk dokter, bagaimana tahapan pengobatan yang harus ia jalani, dan tahu alasan mengapa harus disiplin berobat. Selama menjalani pengobatan,  jangan lupa selalu gunakan masker dan sering diganti selang 4 jam. Pasien juga harus mengerti cara menggunakan masker dan membuang sampah maskernya ke dalam plastik yang dibungkus. Saat batuk sebaiknya dibuang di air mengalir atau wadah tertutup lalu disiram cairan desinfektan. Seringkali, orang membuang dahak sembarangan saat di jalan padahal ini berpotensi menularkan penyakit. Jangan lupa perhatikan kualitas hunian dan kamar, terutama soal sirkulasi udara dan tidak tidur sekamar dengan orang lain. Berjemur di pagi hari dan membiarkan sinar matahari masuk ke rumah sangat baik buat kesehatan pasien TBC. Sinar matahari penting karena kuman TBC dapat hidup selama berbulan-bulan di tempat  sejuk, lembab, dan gelap bahkan di tempat kering. Bisa mati bila terkena cahaya matahari atau panas,“ sebut dr. Fridolin lagi.

Bila Pernah Terjangkit TBC Apakah Dapat Membeli Asuransi Kesehatan?

Pengobatan penyakit TBC tentu membutuhkan biaya besar terutama jika kondisi penyakit pasien sudah dalam tahapan kronis. Oleh karena itu, hidup sehat dan bersih haruslah menjadi gaya hidup. Selain soal kesehatan, penting juga kita memiliki kemampuan mengelola risiko, yaitu bagaimana pendapatan yang diperoleh tidak hanya habis untuk membiayai kebutuhan hidup namun mampu melipat kekayaan dan mempercepat pertumbuhannya.

Menurut Agency Development Manager Henry Kurniawan K S, RFP®, LCPC, kemampuan mengelola risiko artinya, pendapatan yang kita miliki dikelola sedemikian rupa agar dapat meredam dan meminimalisir risiko ekonomi jika terjadi hal tak terduga, seperti sakit kritis, salah satunya TBC.



“Sebesar apapun pendapatan, tidak akan cukup jika harus memenuhi semua kebutuhan, keinginan, dan risiko tak terduga lainnya, seperti mengobati anggota keluarga yang sakit apalagi penyakit yang bersifat menahun, dapat kambuh, atau penyakit kritis. Kita memerlukan asuransi kesehatan yang berguna untuk mengalihkan risiko ekonomi menyangkut pembiayaan pengobatan medis. Maksudnya adalah, ketika harus dirawat di rumah sakit dan membutuhkan biaya pengobatan maka perusahaan asuransi yang akan membayar pengobatan tersebut sesuai yang tercantum dalam buku polis,” sebut Henry.

Bahkan, tambah Henry, dengan memiliki asuransi kesehatan dengan berbasis unit link (menjadi asuransi tambahan pada asuransi jiwa), pencari nafkah  memiliki perlindungan atas nilai ekonomis dirinya bagi keluarga yang  selama ini bergantung hidup padanya karena jika terjadi risiko kematian ada sejumlah Uang Pertanggungan (UP) yang berguna untuk menggantikan sementara nilai ekonomis pencari nafkah sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat bertahan hidup.

Pertanyaanya, jika sudah pernah mengidap TBC apakah masih dapat membeli asuransi kesehatan? Dr. Fridolin mengatakan bisa saja membeli asuransi kesehatan walau memiliki  riwayat penyakit TBC asalkan calon nasabah telah menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter yang dibuktikan dengan surat  bahwa kondisinya sudah sehat dan hasil rekam medis terbaru dari dokter sebagai bukti bahwa pengobatan TBCC sudah  selesai dijalani. Namun demikian, perusahaan asuransi juga akan mempertimbangkan jenis penyakit TBC yang pernah diidap pasien karena penyakit TBC banyak jenisnya dan berpotensi menyerang seluruh organ tubuh, seperti TBC kelenjar, TBC tulang, TBC usus, TBC ginjal, TBC selaput otak.

“Misalkan pada pasien TBC paru-paru harus menunjukkan bukti hasil rontgen dada, tes fungsi paru-paru, dan pemeriksaan fisik dokter. Dari hasil rekam medis tersebut akan diputuskan apakah paru-paru pasien  masih berfungsi normal sehingga bisa mendapatkan perlindungan asuransi,” sebutnya.



Dengan memiliki asuransi kesehatan akan memudahkan masyarakat menjalani pengobatan, tetapi ia tetap menyarankan agar masyarakat melakukan pencegahan terjadinya TBC karena dengan memiliki kesehatan yang baik  serta dijaga oleh asuransi kesehatan maka kita berkesempatan meraih hari esok yang baik. Dengan mencegah penularan TBC, berarti kita mendukung program pemerintah Indonesia untuk mengeliminasi TBC menuju Indonesia Bebas TBC pada 2030.

Sequis Q Infinite MedCare Rider dengan X Booster untuk Penyakit Kritis

Salah satu produk asuransi kesehatan yang dapat dipertimbangkan oleh mereka yang mencari asuransi kesehatan adalah Sequis Q Infinite MedCare Rider dengan X Booster karena produk ini memberikan manfaat penggantian biaya kesehatan sesuai tagihan (as charged) untuk rawat inap dengan fasilitas perawatan VIP atau VVIP di lebih dari 500 rumah sakit di seluruh dunia. Pertanggungan sudah termasuk perawatan intensif di ruang ICU, ICCU, PICU, MICU atau sejenisnya dengan besaran pertanggungan hingga Rp90 miliar/tahun (tanpa batas tahunan keseluruhan). Produk tersebut juga memberikan manfaat atas penyakit kritis dan manfaat santunan kematian yang dibayarkan secara sekaligus (lump sum).

“Produk asuransi kesehatan yang ideal adalah yang dapat membantu pasien mendapatkan perawatan yang komprehensif tanpa khawatir pada besarnya biaya perawatan. Pada SQIMC dengan X booster, tidak ada batasan hari per tahun polis untuk biaya harian kamar rumah sakit, biaya harian kamar perawatan intensif, dan biaya konsultasi harian di rumah sakit. Mendapatkan perawatan layanan kelas kamar 1 tempat tidur (setara VIP dan VVIP) tersedia pada produk ini sehingga pasien mendapatkan kenyamanan selama masa pengobatan demikian juga dengan keluarga yang menjaganya,” tutup Henry.

Posting Komentar untuk "Waspadai Pandemi COVID-19, Jangan Abaikan TBC"